
Jakarta –
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati hingga dikala ini belum melaporkan realisasi kinerja Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2025 per Januari terhadap publik. Hal ini mendapat banyak sorotan dari sejumlah pihak alasannya merupakan lazimnya berkala dilaksanakan setiap bulan.
Kepala Biro Komunikasi dan Layanan Informasi (KLI) Kementerian Keuangan Deni Surjantoro menyampaikan pertemuan pers kinerja APBN untuk periode Januari 2025 belum kunjung dirilis alasannya merupakan padatnya agenda para pimpinan Kemenkeu.
“Ya memang alasannya merupakan agenda yang padat aja,” kata Deni terhadap , Jumat (7/3/2025).
Deni menyebut dikala ini sedang dikelola untuk rilisnya APBN periode Januari 2025 dan diperlukan bisa berjalan pada ahad depan. “Kita lagi atur jadwal, insyaallah ahad depan ya,” ucapnya.
Baca juga: Sri Mulyani Siap Kucurkan Dana buat Bulog Beli Gabah-Beras Petani |
Terakhir Sri Mulyani cs memaparkan kinerja APBN pada 6 Januari 2025 untuk periode Desember 2024 (kaleidoskop APBN 2024). Itu pun hingga dikala ini laporannya yang sering disebut ‘Buku APBN KiTa’ belum kunjung rilis.
Ekonom dan Pakar Kebijakan Publik UPN Veteran Jakarta Achmad Nur Hidayat menyampaikan laporan bulanan APBN merupakan bentuk transparansi dan akuntabilitas pemerintah dalam mengurus keuangan negara. Hal itu demi mempertahankan iktikad publik dan dapat diandalkan ekonomi.
Dengan belum dirilisnya laporan APBN untuk periode Januari 2025, fenomena ini mengakibatkan banyak pertanyaan terkait keadaan keuangan negara, efektivitas kebijakan fiskal, serta dampaknya terhadap stabilitas ekonomi dan pasar keuangan.
“Kemungkinan lain yang pantas dicermati merupakan keadaan penerimaan negara yang tidak cocok target. Jika penerimaan negara menurun secara signifikan, ini dapat menjadi argumentasi mengapa pemerintah menangguhkan rilis data APBN,” ucap Achmad.
Achmad menyebut kurangnya transparansi dalam pengelolaan APBN bisa mempunyai pengaruh serius bagi ekonomi nasional. Pasalnya investor, pelaku pasar, hingga forum keuangan internasional sungguh bergantung pada data fiskal yang dipublikasikan pemerintah untuk menganggap keadaan ekonomi sebuah negara.
“Jika laporan APBN KiTa terus tertunda, iktikad terhadap dapat diandalkan fiskal Indonesia bisa terganggu, yang pada kesudahannya sanggup menyebabkan aneka macam efek negatif,” beber Achmad.
Salah satu efek yang dapat terjadi merupakan meningkatnya volatilitas di pasar keuangan. Investor yang tidak mendapat kepastian tentang keadaan fiskal negara, condong akan bersikap lebih hati-hati dalam menanamkan modalnya.
Hal ini bisa mengakibatkan ajaran modal keluar (capital outflow) yang potensial melemahkan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS. Dalam jangka panjang, melemahnya rupiah sanggup memajukan ongkos impor dan memperburuk defisit transaksi berjalan.
Selain itu, penundaan rilis APBN juga sanggup besar lengan berkuasa terhadap pasar obligasi. Penerbitan Surat Berharga Negara (SBN) disebut sungguh bergantung pada penglihatan penanam modal terhadap kesehatan fiskal pemerintah.
“Jika penanam modal mulai mewaspadai kesanggupan pemerintah dalam mengurus APBN, seruan terhadap obligasi pemerintah bisa menurun, yang pada kesudahannya memajukan yield (imbal hasil) obligasi. Peningkatan yield ini potensial memperbesar beban utang pemerintah, utamanya dalam membiayai defisit anggaran,” pungkas Achmad.