
Jakarta –
Direktur Utama BRI Sunarso menjadi salah satu pembicara dalam ajang internasional ASEAN Indo Pacific Forum (AIPF) hari pertama. Di program ini, beliau menekankan pentingnya upaya kenaikan literasi keuangan, terutama bagi penduduk terpencil.
Sebab menurutnya, dominan golongan penduduk kecil tergolong pelaku UMKM di tempat terpinggir terkadang mengalami halangan dalam mengakses pemberitahuan serta layanan seputar keuangan.
“Pada 2019 tercatat dari 65 juta pelaku jerih payah di segmen ultra mikro, (tapi di segi lain) ada sekitar 14 juta yang bisnisnya tak punya kanal keuangan sama sekali,” jelasnya.
Baca juga: Dirut BRI: Melayani UMKM Bukan soal Bisnis, Tapi Mewujudkan Kesejahteraan |
Sunarso menyebut hal tersebut disebabkan oleh banyak hal. Termasuk kurang optimalnya tugas institusi keuangan dalam memamerkan edukasi menawarkan layanan finansial.
“Menurut data kami, pada biasanya nasabah UMKM sudah familier dengan penggunaan platform digital. Namun mereka belum terpapar wawasan akan produk keuangan selain tabungan. Hal ini dikarenakan rendahnya literasi keuangan di masyarakat,” tuturnya.
Karena itu Sunarso menekankan perlu adanya langkah untuk memajukan literasi keuangan. Lebih lanjut beliau memaparkan penduduk terpencil biasanya lebih yakin pada distributor bank daripada bank digital. Guna merespon keadaan tersebut, BRI pun memutuskan untuk menerapkan seni administrasi hybrid. Ketimbang beralih sepenuhnya ke digital, pihaknya berusaha mengkombinasikannya dengan memperluas jangkauan perusahaan sampai pelosok melalui kemunculan distributor BRILink.
Baca juga: Bos BRI: UMKM Kaprikornus Tulang Punggung Ekonomi RI |
Diketahui, dikala ini BRI sudah memiliki 661 ribu distributor BRILink dan sudah berkontribusi Rp 1.300 triliun total transaksi setiap tahunnya.