
Jakarta – Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, menangguhkan peningkatan tarif resiprokal selama 90 hari untuk puluhan negara, tergolong Indonesia. Penundaan ini tidak berlaku untuk China yang mereka anggap menantang kebijakan AS.
Merujuk data yang dikeluarkan Gedung Putih, Rabu (09/04), persentase tarif timbal balik untuk seluruh negara diturunkan ke angka 10%, terhitung per 5 April lalu.
Bersamaan dengan pemberlakuan persentase modern ini selama 90 hari ke depan, AS akan bernegosiasi dengan aneka macam negara.
Penundaan dan penurunan tarif sementara ke angka 10% ini tak berlaku untuk China. Trump justru memaksimalkan tarif resiprokal untuk China dari 34% ke 125%.
Alasannya, klaim otoritas Gedung Putih, merupakan perilaku “tidak hormat” pemerintah China yang membalas kebijakan Trump dengan memaksimalkan tarif hingga 84% pada komoditas AS yang masuk ke Tiongkok.
Penurunan tarif ke angka 10% juga tidak berlaku untuk negara-negara yang dianggap Trump selaku “penentang terburuk”. Trump menuduh negara-negara ini melaksanakan praktik jual beli yang tidak adil dengan AS.
Negara yang masuk klasifikasi itu antara lain 27 negara anggota Uni Eropa, Vietnam, dan Afrika Selatan. Tarif resiprokal yang dipraktekkan Trump terhadap negara klasifikasi ini berkisar antara 11% hingga lebih dari 100%.
Pejabat di kantor Perdana Menteri Inggris menganggap “perang jualan tidak akan menguntungkan siapa pun”.
Merujuk penangguhan kebijakan tarif resiprokal, seorang narasumber berkata terhadap BBC bahwa “sikap hening sanggup membuahkan hasil”.
BBC News Indonesia hadir di WhatsApp.
Jadilah yang pertama mendapat berita, pemeriksaan dan liputan mendalam dari BBC News Indonesia, eksklusif di WhatsApp Anda.
Saat menunjukkan rencana terbarunya di platform media lazim Truth Social, Trump menyebut penangguhan tarif selama 90 hari cuma berlaku bagi negara-negara yang tidak membalas kebijakannya.
Di segi lain, kata Trump, tarif komplemen untuk China akan secepatnya ia terapkan.
“Pada sebuah saat, semoga dalam waktu dekat, China akan menyadari bahwa hari-hari di mana mereka memperdaya AS dan negara-negara lain tidak sanggup lagi ditangani atau diterima begitu saja,” tulis Trump.
Menteri Keuangan AS, Scott Bessent, menghasilkan klaim bahwa pergantian kebijakan tarif tidak dipengaruhi oleh kejatuhan pasar global. Namun politikus senior Partai Demokrat, Chuck Schumer, menyebut penangguhan tarif gres memamerkan posisi Trump yang “terhuyung-huyung”.
Baca Juga : Utang Warga Ri Di Pinjol Tembus Rp 80 T Sampai Simpulan Februari 2025
Gejolak pasar saham terjadi pekan kemudian tak usang sehabis Trump menunjukkan kebijakan tarif timbal baliknya.
Aksi jual saham yang masif mengakibatkan kerugian triliunan dolar di seluruh dunia. Di AS, timbul pula kekalutan mengenai peningkatan harga aneka macam komoditas dan potensi terjadinya resesi.
Rabu kemarin, sebelum Gedung Putih menerbitkan keputusan menangguhkan kebijakan tarif resiprokal, suku bunga utang AS melambung menjadi 4,5%, yang tertinggi sejak Februari 2025.
Ketika penangguhan diumumkan, aneka macam saham di AS meroket. S&P 500 melambung 7% dalam jual beli Rabu sore sebelum naik ke 9,5% di saat jual beli ditutup. Sementara itu Dow Jones juga melambung ke angka 7,8%.
Potret Presiden AS Donald Trump di saat menunjukkan penundaan peningkatan tarif resiprokal, Rabu (09/04). (AFP)
Berbicara di luar Gedung Putih, Rabu kemarin, Trump berkata bahwa ia mesti merubah kebijakan tarif resiprokal sebab “banyak orang menjadi bergairah”.
“Saya melaksanakan jeda 90 hari untuk orang-orang yang tidak membalas sebab saya menginformasikan mereka ‘jika Anda membalas, kami akan menggandakannya’,” kata Trump.
“Dan itulah yang saya kerjakan terhadap China,” ujarnya.
Trump berkata, “semuanya akan berlangsung dengan luar biasa.”
Presiden China Xi Jinping, menurut Trump, pada sebuah titik “ingin meraih janji dengan AS”.
Kebuntuan diplomasi sekarang terjadi antara China dan AS, dua negara dengan ekonomi paling besar di dunia. Situasi itu timbul di saat Trump menunjukkan tarif resiprokal gres pekan lalu.
Pada permulaan kebijakan Trump itu, komoditas China yang masuk ke AS bakal dikenai tarif sebesar 34%. Angka itu lebih besar dari pungutan yang sudah ditetapkan Trump pada permulaan 2025, yaitu 20%.
Ketika dikenai tarif 34%, Presiden Xi Jinping membalas dengan menentukan tarif sebesar 34% atas terhadap komoditas AS yang masuk ke China.
Trump kemudian mengancam akan mengenakan tarif komplemen sebesar 50% terhadap China, kalau respon itu tidak dibatalkan.
Namun China tidak bergeming dan menyatakan akan “berjuang hingga akhir” kalau AS “bersikeras memprovokasi perang tarif atau perang dagang”.
Sebuah grafiti di London, Inggris, pada 9 April lalu. (Getty Images)
Hanya berjam-jam sehabis tarif 104% diberlakukan Trump, China juga memaksimalkan tarif resiprokal terhadap AS, dari 34% menjadi 84%, terhitung per 10 April ini.
Juru bicara Kementerian Luar Negeri China, Lin Jian, menyampaikan bahwa AS “terus mengenakan tarif pada negaranya dengan cara yang kasar”.
Lin berkata, China menentang “praktik intimidasi” itu dan meminta AS menyampaikan “sikap yang setara, saling menghormati, dan timbal balik” kalau berharap sanggup mengakhiri duduk urusan lewat negosiasi.
Hubungan yang memburuk antara kedua negara itu sanggup membuat jual beli barang di antara mereka turun hingga 80% atau setara dengan Rp7.815 triliun, menurut asumsi Organisasi Perdagangan Dunia.