
Ketika dunia makin tenggelam dalam layar-layar digital, pertanyaan penting muncul: apakah cerita rakyat masih punya tempat di era algoritma dan streaming? Jawabannya datang dari panggung Lentera Sastra Rakyat 2023, yang sukses memadukan warisan budaya dengan teknologi dalam format yang bukan hanya menarik, tapi juga menggugah.
Acara yang berlangsung pada Sabtu malam, 2 Desember 2023, di Teater Terbuka Cak Durasim Surabaya ini menghadirkan berbagai adaptasi cerita rakyat melalui seni pertunjukan digital interaktif, menggabungkan teknologi visual, suara digital, augmented reality, hingga aplikasi mobile. Tujuannya jelas: menghidupkan cerita lama dalam bentuk yang bisa diakses, dimengerti, dan dinikmati oleh generasi masa kini yang serba digital.
Pertemuan Dua Dunia: Tradisi dan Teknologi
Lentera Sastra Rakyat tahun ini mengambil tema besar: “Ketika Cerita Lama Bertemu Dunia Baru”. Tema ini terealisasi dalam bentuk pertunjukan hibrida yang menggabungkan unsur seni tradisional (narasi lisan, tari, musik tradisional) dengan teknologi modern seperti proyeksi digital, VR (Virtual Reality), sensor interaktif, dan musik elektronik.
Pembukaan acara diawali dengan penampilan digital Wayang Virtual, di mana tokoh-tokoh seperti Semar dan Gareng muncul dalam bentuk hologram tiga dimensi, berbincang dengan narator yang hadir secara langsung. Efek suara surround system dan latar belakang visual yang terus bergerak membuat penonton merasa seolah-olah berada di dalam dunia pewayangan itu sendiri.
Kemudian dilanjutkan dengan pementasan cerita rakyat Sangkuriang yang dikembangkan oleh kelompok seni Mata Rasi. Tapi ini bukan Sangkuriang seperti biasa. Seluruh latar hutan dan gunung dihadirkan melalui proyeksi real-time menggunakan teknologi motion mapping. Ketika para aktor bergerak, bayangan mereka berinteraksi dengan visual digital di layar raksasa di belakangnya—menghadirkan efek magis yang memukau.
Musik Tradisional dalam Aransemen Elektronik
Tak kalah menarik adalah pengolahan suara. Tim musik dari Sora Nusantara melakukan aransemen ulang musik tradisional daerah menjadi elektro-etnik, menciptakan suasana lentera suara rakyat unik yang memadukan beat elektronik dengan melodi seruling bambu dan kendang.
Alih-alih hanya menyaksikan pertunjukan secara pasif, penonton diajak ikut menyatu lewat gelang LED interaktif yang mereka pakai sejak memasuki venue. Gelang ini menyala sesuai dengan suasana pertunjukan: merah saat konflik, hijau saat harmoni, biru saat nostalgia. Ini bukan hanya pertunjukan, tapi pengalaman multi-indera.
Cerita Rakyat Menjadi Media Digital
Tim kreator muda dari Surabaya, Malang, dan Banyuwangi menyumbangkan karya mereka.
Anak-anak sekarang membaca lewat ponsel, jadi kita masukkan cerita ke sana. Ini bukan sekadar pelestarian, tapi pembaruan,” ujar Dian Aulia, salah satu pengembang CeritaLokal.id.
Partisipasi Anak Muda dan Komunitas Digital
Kekuatan Lentera Sastra Rakyat tahun ini juga terletak pada partisipasi luas anak muda. Melalui program HackTheLegend, panitia membuka kesempatan bagi pengembang muda untuk membuat karya digital berdasarkan cerita rakyat. Hasilnya adalah:
- Game mobile “Run Timun Mas” di mana pemain harus berlari menghindari Buto Ijo sambil mengumpulkan rempah.
- Filter Instagram “Jaka Tarub AR” yang bisa mengubah wajah pengguna jadi versi digital Jaka Tarub lengkap dengan latar awan dan suara angin gunung.
- NFT budaya yang menampilkan lukisan digital dari ilustrator lokal, masing-masing terinspirasi dari kisah daerah.
Kritik, Harapan, dan Tantangan
Meski acara ini menuai banyak pujian, ada pula kritik yang masuk akal. Beberapa penonton merasa visual digital kadang mendominasi hingga menggeser nuansa kearifan lokal cerita.
“Kalau kita tidak kreatif menyampaikannya, maka cerita itu akan usang. Tapi dengan digitalisasi seperti ini, ia bisa hidup lagi—dan bahkan lebih kuat.”
Kesimpulan
Ketika seni dan teknologi bersatu, yang terjadi bukan benturan, melainkan kolaborasi yang menyegarkan.
Kita tidak kehilangan masa lalu—kita justru membawanya ke masa depan.